Sabtu kemarin udara di sini cerah dan panas. Jauh-jauh hari, kami sekeluarga plus dua teman lain merencanakan akan ke Chicago. Tiap akhir pekan selama musim panas ada konser musik gratis di taman pusat kota Chicago. Konser yang dimulai jam 7.30 malam itu biasanya disusul dengan pesta kembang api.
Makanan kecil dan minuman ringan untuk rencana sore hingga malam di taman Chicago itu sudah siap semua. Juga selimut. Berangkatlah kami menjemput dua teman lain yang akan ikut . Di tengah jalan, mobil tiba-tiba ngadat. Masih bisa jalan, tapi setir mendadak berat, tidak bisa belok. Untung masih bisa mencapai lapangan parkir tempat tinggal Nico, teman yang akan saya jemput itu.
Begitu kap mesin dibuka, kelihatan kalau ada belt putus. Sepertinya timing belt. Di sini, sparepartnya pasti mahal, lebih-lebih labor costnya. Ongkos untuk montir saja berkisar antara 60-80 dolar per jam. Biasanya minimal dua jam. Belum lagi ada ongkos yang namanya ongkos diagnosa, bisa sekitar 40-an dolar. Nico bilang sepertinya bisa kita perbaiki sendiri. Akhirnya acara ke Chicago batal, ganti acara stinky steamy oily.
Karena ada koneksi internet wireless, laptop kami bawa ke mobil. Tiap sebentar, terpaksalah kami search ke Google…. Gayanya persis seperti montir canggih, pake laptop, padahal karena saya nggak mengerti soal perbaikan mobil…hua..ha..ha.
Lewat internet saya tahu harga timing belt itu 120-an dolar. Setelah datang langsung ke tokonya, saya baru tahu rupanya jenis mobil saya itu tidak menggunakan timing belt. Yang ada adalah serpentine belt, harganya lebih murah. 30 dolar . Lumayan.
Sparepart tersedia, bukan berarti persoalan selesai. Ternyata, kami tidak tahu cara memasang belt baru itu…he..he. Tiga jam lebih otak-atik, bongkar sana-sini, tetap nggak bisa. Di google berkali-kali, tidak ketemu juga how to install serpentine belt untuk jenis mobil saya itu. Penasarannya bukan main. Karena sudah mulai gelap, ditundalah pengerjaannya.
Setelah baca-baca buku manual mobil itu, ternyata mudah saja cara pemasangann serpentine belt itu. Saya beritahu Nico, dan kami yakin akan bisa memasangnya dalam sebentar esok pagi.
Pagi-pagi saya dan Nico sudah bongkar-bongkar lagi. Menurut buku manual, kami cuma perlu memutar sebuah baut, untuk melonggarkan ketegangan belt, agar bisa terpasang di semua pulley atau roda pemutar. Letak baut itulah, namanya automatic tensioner, yang sejak kemarin kami cari-cari tidak ketemu.
Diputar sedikit tensionernya, terpasanglah serpentine belt itu, pas melewati semua pulley. Ketika mesin dinyalakan, ternyata belt itu bergeser dari alurnya. Setelah diperbaiki letaknya dan mesin dinyalakan lagi, gagal total. Belt tensionernya patah. Sepertinya, itulah penyebab utama putusnya serpentine belt. Belt tensionernya sudah mau rusak, karena itu serpentine belt nya melonggar hingga akhirnya putus. Ciloko molopetoko…..
Kami pergi lagi mencari automatic belt tensioner yang baru. Lagi-lagi, ternyata bingung cara memasangnya. Bukan karena tidak tahu letaknya, akan tetapi karena letaknya sulit, terhimpit mesin yang bertumpuk. Tangan hampir tidak mungkin mencapainya. Namanya juga montir amatir, dongkrak pun model dongkrak antik…he..he. Jadi mobilnya tidak bisa terangkat tinggi-tinggi. Belum lagi keterbatasan peralatan.
Segala cara, sudut, arah yang mungkin, sudah dicoba untuk memasang tensioner yang baru itu, tanpa hasil. Agak putus asa, kami putuskan to give it one last try. Ternyata, di usaha terakhir itu, tensioner baru itu bisa terpasang. Selesai jam 8 malam…he..he. What a day!
Sekarang mobilnya sudah beres, semoga tahan lama dan tidak ada masalah lagi. Namanya juga baru pertama kali bongkar mobil sendiri, jadi nggak yakin akan hasilnya…he..he. Oh ya, saya baru ingat, istilah-istilah mobil yang kita gunakan di Indonesia lebih banyak berasal dari bahasa Belanda: kopling, persneling dan lain-lain. Jadi agak repot juga kalau berurusan dengan bengkel dan toko onderdil (nah lu, ini juga sepertinya dari bahasa Belanda) di negeri berbahasa Inggris.