Film dan Buku

Seorang teman saya menjadi asisten seorang professor yang akan mengajar mata kuliah Film and Politics untuk mahasiswa undergraduate. Beberapa hari lalu saya ketemu dia yang sedang sibuk mengumpulkan film-film yang akan dipakai mengajar oleh si professor di Spring semester yang akan dimulai seminggu lagi. Salah satunya adalah film dokumenter mengenai sejarah parlemen Inggris, yang sepertinya adalah parlemen tertua di dunia. Karena kuliah belum mulai (dan profesornya masih libur winter break di luar negeri), film dokumenter yang diproduksi oleh Film for Humanities itu saya culik dulu.

Tempo hari rekan saya yang lain, Ahmad Sahal, juga menyebut sebuah film bagus berjudul (kalau tidak salah ingat) “Debating the World”, sebuah film dokumenter mengenai diskusi-diskusi Irving Kristol dan dua rekannya semasa masih muda (kuliah). Irving Kristol adalah god father para neo-conservative yang sekarang disebut-sebut menguasai politik luar negeri Amerika. Sayang saya belum sempat meminjamnya dari perpustakaan kampus.

Film soal parlemen Inggris ini menarik buat saya. Soalnya saya suka menonton acara debat parlemen Inggris yang rutin disiarkan saluran C-Span. Seru melihat debat bernas, melihat Tony Blair dihabisi atau menghabisi pihak oposisi. Sebagai perdana menteri dan politisi, Tony Blair kelihatan cerdas sekali. Dalam menghadapi setiap pertanyaan/kritik pedas dari oposisi, dia jarang sekali meminta menterinya menjawab pertanyaan, dia dengan tangkas menjawab sendiri setiap pertanyaan. Dia selalu memegang sebuah folder tebal berisi data-data, dan sepertinya dia hapal luar kepala di halaman berapa folder itu harus dibuka ketika ia membutuhkan data konkret untuk menangkis kritik keras. Lumayan, setelah menonton film berjudul “Order, Order” itu saya lebih terang memahami sejarah dan proses debat-debat di parlemen Inggris.

Saya jadi terpikir, studi legislatif dalam kajian politik Indonesia sepertinya belum terlalu berkembang (mungkin saya salah). Yang jelas, dengan adanya pemilihan langsung anggota parlemen, dinamika hubungan antara anggota DPR dan konstituennya akan lebih menarik dan mendorong munculnya studi-studi baru mengenai lembaga legislatif di Indonesia. Ada seorang teman sedang studi Ph.D di Inggris, mengambil topik tentang dinamika parlemen Indonesia. Semoga studinya berhasil baik, saya juga ingin membaca disertasinya nanti.

Selain soal film, ada juga soal buku. Beberapa hari lalu saya dan Nico ke Chicago, mampir lagi ke Powell’s Book store (yang pernah saya tulis sebelumnya, silahkan klik di sini). Kami hendak menjemput professor pembimbing kami berdua yang baru pulang winter break, di bandara O’Hare Chicago. Kami berangkat agak cepat, mau berburu buku dulu sebelum ke bandara. Seperti sebelumnya, perburuan kali ini sukses juga…☺.

Saya dapat tiga buku second-hand, murah meriah:

1. Barbara Geddes, Politician’s Dilemma: Building State Capacity in Latin America (1994). Dalam kuliah comparative politics semester kemarin, beberapa tulisan Barbara Geddes yang lain menjadi bacaan wajib kami. Buku Politician’s Dilemma ini juga dibahas sedikit. Jadi merasa beruntung bisa dapat buku aslinya, hard cover pula…

2. J. Samuel Fitch, The Armed Forces and Democracy in Latin America (1998).

3. Leo Suryadinata, Military Ascendancy and Political Culture: A Study of Indonesia’s Golkar (1989).

Dua buku klasik mengenai Amerika Latin ini sepertinya akan berguna karena saya akan ambil mata kuliah Amerika Latin di Spring semester nanti.

Sementara ini saya sedang membaca dua buku yang saya pesan lewat Amazon.com (rekomendasi seorang teman baik), lumayan dibaca selama winter break ini. Entah apakah bisa selesai sebelum semester baru mulai lagi atau tidak:

1. Thomas Schelling, Micro Motives and Macro Behavior (2006, second edition).

2. Philip E. Tetlock, Expert Political Judgment: How Good Is it? How Can We Know? (2005).

Saya juga beli beberapa buah buku wajib untuk kuliah Spring semester nanti lewat Amazon.com (juga sebuah buku baru lain yang menarik hati), belum datang, mungkin baru beberapa hari lagi. Buku-buku dalam list bacaan mata kuliah semester besok bagus-bagus, saya putuskan membelinya saja. Toh pasti akan terus terpakai dan berguna karena pekerjaan saya sebagai peneliti di Jakarta. Betul kata teman saya Nico: Amazon.com memang mendorong mahasiswa seperti kami berdua semakin terpuruk dibawah garis kemiskinan, dompet terkuras…ha..ha..ha.

5 Tanggapan to “Film dan Buku”

  1. Patar Says:

    Hi.
    Senang membaca tulisan anda. Belon baca semua seh. Baru yang terakhir.

    Eh aku mo nanya. Nama komunitas pemakai macintosh di Indonesia itu apa ya?

  2. philips vermonte Says:

    Bung Patar salam kenal. Soal mac indonesia, nama mailing-list nya id-mac. Coba search di yahoogroups nama itu akan muncul.

  3. Devi Says:

    Halo Bung Philips..(eh enaknya dipanggil apa ya?)

    Wah ternyata film Akeelah and the Bee film lama toh..saya baru aja nonton krn dpt DVD rip dari adik saya hehe..

    Hm demen politik ya? ck ck ck..ga ku-ku deh hehehe.. Met kenal ya :)

  4. philips vermonte Says:

    Nggak lama kok..baru juga film itu (well, pertengahan 2006 if i am not mistaken).

    I mentioned the movie in one of the posts. Click here if you like…:-)

    Thanks sudah mampir.

  5. raksa Says:

    pak, philips. Seru juga yah, belajar lewat film. Sayang di Indonesia sering dianggap sebelah mata. Ditambah lagi, sumber filmnya terbatas.
    Huu..huu…

Tinggalkan Balasan ke philips vermonte Batalkan balasan