Badai Salju

Barusan snow storm selesai. Lumayan heboh juga. Hasilnya, salju tebal. Di beberapa tempat, tingginya selutut. Padahal seminggu terakhir udara nyaman sekali, walaupun itu adalah keanehan juga. Saya ingat betul tahun lalu tanggal 24 November salju sudah turun. Saya ingat karena hari itu keluarga kecil saya datang dari Jakarta. Anak-anak waktu itu gembira sekali pertama kali melihat salju. Taruh koper, lalu langsung main-main di luar. No jetlag

Tahun ini aneh. Bulan lalu, di suatu hari di awal November, salju memang turun. Tebal juga. Lalu ramalan menyebutkan kita bakal punya severe winter kali ini, karena hari itu belum waktunya salju turun.. Tapi udara lalu menghangat lagi. Karena udara hangat dan nyaman, ramalan bilang bahwa kita akan menghadapi mild winter. Ternyata, hanya berselang beberapa hari, kota kami dihajar snow storm.

Wind chill. Temperatur udara sih 20 derajat, tapi Fahrenheit, bukan Celcius…he..he. Baru hari pertama, dinginnya sudah segitu, jadi mungkin yang akan kita hadapi adalah severe winter. Badai kemarin terkonsentrasi di kota tempat saya belajar ini. Menurut catatan badan meteorologi, snow storm di hari pertama Desember seperti yang terjadi kemarin terakhir kalinya terjadi di tahun 1840 (kalau tidak salah ingat, yang jelas tahun 1800-an).

Kamis malam kemarin sepulang kuliah, udara masih nyaman. Tapi rupanya di TV sudah ramai berita akan ada snow storm. Saat saya sampai di rumah sekitar jam 9.30 malam, berita menyebutkan bahwa snow storm akan terjadi jam 2 malam hingga jam 12 siang. Yang menarik, update berlangsung terus menerus. Konferensi pers digelar oleh otoritas berwenang. Mengumumkan beberapa hal yang perlu dilakukan warga. Dari Chicago diberitakan bahwa seluruh penerbangan dari bandara O’Hare ditunda malam itu. Calon penumpang bermalam di bandara, disediakan fasilitas tidur seperti yang sering kita lihat di tenda-tenda darurat itu.

Otoritas berwenang juga mengumumkan dan ‘mengancam’ para landlord alias pengusaha apartemen yang menggunakan sistem pemanas sentral. Apartemen harus di hangati, suhu pemanas tersentral itu harus di set nyaman bagi para penyewa apartemen. Para penyewa yang menemukan pemilik apartemen tidak meng-adjust pemanas dengan kenyamanan yang ditentukan, dianjurkan untuk melaporkan pemilik apartemennya ke polisi.

Setiap jam update berlangsung. Otoritas sekolah agak tengah malam mengumumkan via TV bahwa hari Jumat semua sekolah, dari first grade sampai high school akan tutup di semua distrik. Lalu di website kampus juga langsung terpampang pengumuman bahwa kampus akan tutup, semua kelas cancelled.

Kalau dipikir-pikir, mungkin ada bagusnya menjadi negara yang memiliki empat musim ekstrim seperti ini. Bangsa dengan empat musim ekstrim mungkin akan menjadi bangsa yang pandai bersiap-siap.. Mau winter, siap-siap membeli baju, sarung tangan, topi, periksa pemanas di rumah dan lain-lain. Menjelang summer juga begitu. Terbiasa bersiap, termasuk menghadapi snow storm seperti kemarin. Semua terasa seperti concerted effort. Sejak beberapa jam sebelumnya, pejabat berwenang menggunakan beragam media untuk konferensi pers demi mengingatkan warga akan terjadinya snow storm. Warga juga hampir otomatis meng-update sendiri perkembangan, entah dari radio, TV, internet dan lain-lain. Sedia payung sebelum hujan.

Waktu badai Katrina dulu, sebetulnya begitu juga. Sekitar 15 belas jam sebelumnya sudah diketahui akan ada badai dahsyat, dan di-update tiap saat di berbagai media. Lembaga meteorologi memantau terus pergerakan awan badai dari lautan luas itu, dan meneruskannya kepada lembaga berwenang. Hanya memang sulit menentukan, badai Katrina itu akan touchdown di Amerika sebelah mana. Beberapa jam sebelum touchdown, baru bisa diperhitungkan bahwa Katrina akan touch down di New Orleans. Pemerintah lokal sempat melakukan tindakan preventif, mengingatkan warga untuk segera mengevakuasi diri. Walaupun agak terlambat, tapi yang jelas korban akan lebih besar lagi jumlahnya kalau tidak ada tindakan preventif itu.

Karena saya juga tertarik pada studi konflik, apa yang terjadi menjelang snow storm kemarin (atau juga Katrina) mengingatkan tentang perlunya mekanisme early warning system. Dalam hal natural disaster, early warning tentunya mengandalkan science. Lalu ia juga mensyaratkan proses institusionalisasi sehingga mekanisme early-warning bisa berjalan dan akhirnya mencapai tiap individu.

Bila kita punya mekanisme early warning system, baik dalam mendeteksi konflik (man-made disaster) atau pun bencana alam (natural disaster), biayanya (baik biaya politik ataupun ekonomi) pasti akan jauh lebih murah daripada biaya rehabilitasi sesudah konflik atau bencana alam terjadi. Saya pernah tulis di blog ini mengenai man-made dan natural disaster sebelumnya. Saya juga pernah posting tulisan mengenai bencana dan akumulasi pengetahuan di blog ini. Kita sudah belajar dari tsunami di Aceh, Nias, dan gempa Jogja yang dahsyat itu. Dalam hal konflik, kita juga sudah mengalami konflik menyedihkan di Ambon, Poso, Sanggau Ledo, Sambas dan Sampit. Prasyarat berjalannya early warning ini menurut saya ada pada dua perilaku: perilaku menghargai science dan perilaku/kebiasaan untuk menjadi bangsa yang selalu bersiap-siap. Bangsa yang memiliki high degree of complacency dan selalu menganggap remeh atau menggampangkan persoalan, saya rasa akan sulit membangun sistem deteksi dini.

6 Tanggapan to “Badai Salju”

  1. weakties Says:

    makanya waktu merapi saya sirik sama maridjan itu. orang lebih percaya dia daripada sains :D

  2. Budi Says:

    saya sepakat Mas Philips. Saya pikir salah satu peghambatnya adalah adanya anggapan bahwa tindakan siap-siap itu sebagai hal yang berlebihan. Sisi lain, mahalnya teknologi dalam banyak kasus juga turut berkontribusi dalam lemahnya sistem early warning di negeri kita. Semoga Mas Philips dan keluarga baik2 saja dalam kondisi demikian. O ya, saya memiliki keinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri seperti Mas Philips, meski tidak tau kapan. Jika Mas berkenan, bolehlah menulis tentang kegiatan perkuliahan di sana sekaligus cotoh paper yang sering menjadi tugas. Terima kasih banyak Mas Philips.

  3. philips vermonte Says:

    Weakties (is this your real name?), I also could not comprehend why people are more attracted to Mbah Maridjan than to science…:-)

    Budi, thanks. Ada beberapa kok tulisan soal pengalaman kuliah di blog ini. Saya baru mulai juga bikin link ke tulisan lama di tulisan baru, supaya tulisan lama enggak tenggelam begitu saja di archive….Baru ngeh, maklum belum lama nge-blog…:-)

  4. lepuspa Says:

    Tapi berapa biaya yang perlu ‘dikorbankan’ oleh para pejabat kita untuk membangun fasilitas early warning itu ya…??? Dan yang terpenting mau ga mereka ‘berkorban’ untuk itu..:)

    Hai, Phillips gimana rasanya mengalami badai salju?

  5. ruwa bineda Says:

    Siapa bisa mendeteksi bom bali? For us, it’s still a long road to heaven, Mas…

  6. philips vermonte Says:

    T’ Leni, salju cuma enak diliat, nggak enak dialami…he.he. Saya Melayu tulen, nggak kuat dingin…:-)

    pjv

Tinggalkan Balasan ke philips vermonte Batalkan balasan